Thursday 29 March 2012

Para Pencinta Ilmu


Ulama besar itu sedang jatuh sakit. Parah. Seluruh tubuhnya terasa payah. Persendiannya ngilu dan tulang-tulangnya kaku. Dia hanya bisa tergolek di atas tempat tidur, tak kuasa bergerak dan beranjak sedikit pun dari sana. Namun kondisinya yang sangat lemah itu, tak juga menyurutkan semangatnya untuk terus berbagi ilmu, membaca dan menelaah buku-buku, serta berdiskusi dengan murid-muridnya.

Dokter yang didatangkan untuk mengobatinya, pun begitu prihatin melihat keadaannya. Setelah memeriksanya, dokter itu berkata, “Aktifitas Anda yang banyak membaca dan berdisukusi tentang ilmu, telah membuat sakit Anda semakin berat.”

“Tapi, aku tidak bisa bersabar untuk melakukan itu. Akan aku buktikan sesuai dengan ilmu Anda. Bukankah jiwa itu jika bisa merasakan kebahagiaan, ketenangan dan kenyamanan, maka perasaan itu akan mampu menyembuhkannya dari penyakit?” kilahnya dengan nafas sedikit tersengal.
“Tentu,” jawab sang dokter singkat.
“Jiwaku akan merasa senang jika ia bisa berinteraksi dengan ilmu,” tambahnya memberi alasan.

Tak berapa lama, dengan tetap menuruti kata hatinya untuk terus membaca, ulama besar itu pun kembali sehat seperti sedia kala. Dia mengobati sakitnya dengan membaca. Melihat keadaannya yang membaik, dokter yang pernah merawat dan menasehatinya, hanya bisa berkata, “Ini di luar terapi yang biasa kami berikan.”

Ulama besar tersebut tak lain adalah Ibnu Taimiyah; sosok yang semasa hidupnya sangat lekat dengan kesederhanaan, kemiskinan, dan penjara, tetapi tetap ceria dan selalu bersahaja. “Aku tidak pernah melihat orang yang lebih merasakan kenikmatan hidup dari pada Ibnu Taimiyah. Meskipun hidupnya dalam kesederhanaan, kemiskinan, tahanan dan di bawah ancaman, tetapi ia adalah orang yang paling lapang dadanya, sehingga wajahnya selalu terlihat berseri-seri,” tutur salah seorang muridnya, Ibnu Qayim Al-Jauziyah, menceritakan tentang pribadinya.

Sederhana dan bersahaja mungkin sebuah sikap yang memang sangat lekat pada diri seorang Ibnu Taimiyah. Tetapi yang lebih menarik dari sekadar itu, adalah semangat keilmuannya yang tinggi. Semangat telaah dan bacanya yang hebat, yang mampu meringankannya dari rasa sakit yang menimpanya. Sejak kecil semangat itu telah ada, dan tak pernah menyusut karena terpengaruh oleh kenikmatan-kenikmatan duniawi. Dia tak pernah merasakan makanan enak dan lezat, dan hanya memakan apa adanya baik di pagi hari maupun malam hari. Dia juga tak pernah surut meski harus bersua dengan beragam cobaan dan siksaan. Ia hanya sibuk membaca dan mendalami banyak macam ilmu. Ia rajin belajar, menulis dan meriwayatkan hadits sehingga ia mampu menghimpun hadits-hadits yang tak dimiliki orang lain. Selain belajar, ia juga menyebarkan ilmunya. Ia mengajarkan hadits di beberapa daerah seperti Damaskus, Mesir dan Iskandaria. Meski di daerah-daerah itu ia menghadapi bermacam siksaan dan cobaan. Bahkan ketika di Damaskus lah, ia sempat ditahan dua kali hingga akhirnya wafat di sana tahun 728 H, di dalam penjara.

Ibnu Taimiyah seolah tenggelam dalam ilmu. Karena ilmu ia kemudian tidak menikah. Dan karena ilmu; semangatnya menelaah dan menulis, ia mampu menghasilkan lebih dari 500 jilid buku dari sekitar 350 judul, yang menyebar di mana-mana. Cintanya pada ilmu dan buku, lebih kuat dari cinta kita pada apapun yang sangat kita sukai. Dan mungkin dialah contoh yang ingin digambarkan Ibnu Qayim dalam sebuah ungkapannya, “Adapun para pecinta ilmu, mereka lebih terpesona dengan ilmu melebihi terpesonanya seorang laki-laki kepada kekasihnya. Dan kebanyakan diantara mereka tidak pernah disibukkan oleh seseorang (yang dicintainya) seperti mereka disibukkan dengan imu.”

Ibnu Rajab pun memuji sikapnya yang memilih membujang dari pada menikah. Dia berkata, “Inilah dampak positif dari membujang, yang akan terus bermanfaat bagi para penuntut ilmu dan para ulama sepanjang masa. Betapa banyak hasil karyanya yang tersebar di seluruh dunia Islam sejak zamannya hingga hari kiamat nanti, Insya Allah.”

Kecintaan pada ilmu dan sarana-sarananya; membaca, menulis, dan membelanjakan harta demi buku, adalah tradisi ulama kita yang telah ada sejak dulu. Mereka adalah orang-orang yang tak pernah puas dengan ilmu, dan tak pernah bosan untuk menimbanya. Salah seorang murid Ibnu taimiyah, Al-Hafidz Ibnu Abdul Hadi, pernah berkata, “Jiwaku tidak pernah kenyang dengan ilmu, tidak pernah puas dengan membaca, tidak pernah bosan dengan kesibukan itu, dan tak penrah letih untuk terus menelaah dan mencari.”

Mereka, ketika bertemu dengan sebuah buku yang belum pernah mereka baca, seakan menemukan harta karun yang berharga. Ibnul Jauzi pernah bercerita tentang dirinya, “Aku menceritakan keadaanku, aku tidak pernah kenyang membaca buku. Jika aku mendapati sebuah buku yang belum kubaca, aku seakan menemukan sebuah harta karun yang sangat berharga.”

Suatu saat, dia juga pernah mengatakan, “Aku telah menyaksikan deretan kitab-kitab di Madrasah Nizhamiyah. Ternyata, kitab-kitab yang terpajang di sana mencapai 6 ribu jilid buku, diantaranya ada kitab-kitab Abu Hanifah, kitab-kitab Al-Humaidi, ada kitab-kitab dari guru kami Abdul Wahab bin Nashir, kitab-kitab Abu Muhammad Al Khasyib, dan banyak lagi yang lain, dan aku merasa bahwa sudah pernah membacanya. Kalau boleh aku katakan, sungguh aku telah membaca lebih dari 20 ribu jilid, tetapi aku masih terus mencari.”

Ulama kita adalah orang yang sangat mencintai buku, dan penuh semangat membacanya. Buku adalah barang mahal bagi mereka, yang selalu harus ada dan tersedia, dengan cara apapun mereka mendapatkannya. Muhammad bin Ya’kub Al-Fairuz Abadi, misalnya. Setiap kali bepergian ia selalu membawa bukunya. Ia selalu membaca dan berpikir. Terdorong oleh kecintaan yang begitu kuat, ia pernah membeli buku dengan emas seharga 50 dinar.

Sedang Al-Jahizh, salah seorang sastrawan ternama, setiap kali mendapatkan buku ia selalu membacanya dari awal hingga akhir. Ia sangat mencintai buku. Ia bahkan menyewa toko-toko buku dan menginap di sana untuk menelaah.

Ada lagi Abul ‘Ala Al-Hamadzani. Ketika kitab-kitab Ibnul Jawaliqi dilelang di kota Baghdad, saat itu ia turut hadir. Penjual menawarkan satu paket dengan harga 60 dinar. Abul ‘Ala pun membelinya dengan menangguhkan pembayaran hingga hari Kamis berikutnya. Tenyata, selang waktu itu dia gunakan untuk kembali ke kampung halamannya. Di sana ia jual rumah miliknya dengan harga 60 dinar untuk membayar harga buku tersebut. Kisah Abul ‘Ala sangat mirip dengan kisah Ibnu Najar yang menggadaikan rumahnya seharga 500 dinar untuk digunakan membeli buku.

Mereka melakukan itu, tentu karena mereka memandang bahwa buku dan ilmu itu jauh lebih berharga dari apa mereka keluarkan. Mereka lebih mencintai tumpukan buku dari pada tumpukan harta. Merekalah yang dikatakan Al-Jahiz dalam sebuah ungkapannya, “Orang yang kehabisan nafkah dan harta benda yang dia keluarkan untuk mendapatkan buku yang dia inginkan, lebih dia sukai dari pada membeli seorang budak perempuan yang cantik, memperturutkan syahwatnya membuat bangunan mewah, maka dia tak akan mendapatkan ilmu yang memberi kepuasan, dan harta yang diinfakkannya tak akan bermanfaat untuknya sampai dia mengutamakan membelanjakannya untuk buku-buku, seperti seorang badui yang lebih memprioritaskan susu kudanya untuk keluarganya, atau sampai mengharapkan sesuatu dari ilmunya seperti seorang badui yang mengharpkan sesuatu dari kudanya.”

Para pecinta ilmu selalu menemukan kepuasan dalam bacaan-bacaan mereka. Jiwa mereka terasa ringan dan dada mereka terasa lapang, manakala bertemu buku dan punya kesempatan untuk membacannya.

Salman Al-Hambali, salah seorang guru Ibnu Hajar Al-Asqalani, mengatakan, “Tidur siang yang engkau tinggalkan untuk bisa membaca buku, yang tidak mendatangkan harta untukmu, maka katakanlah, “Biarkan aku (melakukan ini), semoga ku dapat menemukan buku yang bisa menunjukkan kepadaku bagaimana aku mendapatkan buku (catatan amal)ku dengan aman dan dengan tangan kanan.”

Seorang syaikh pernah berkata, “Aku ingat, suatu kali aku membeli buku di kota Riyadh setelah itu aku berjalan ke arah timur. Tapi rasanya aku tak dapat meneruskan perjalananku karena ketertarikanku yang sangat pada buku itu. tidak ada yang bisa kulakukan kecuali berhenti di jalan lalu buku itu aku baca hingga selesai seluruhnya, setelah itu barulah perjalanan aku lanjutkan.”

Dengan membaca buku mereka merasa memiliki semangat untuk terus hidup. Membaca adalah sarana menyambung nafas untuk mempertahankan eksistensi diri mereka. Sangat benar apa yang dikatakan seorang diantara mereka, “bacalah, agar engkau bisa hidup.”

Inilah potensi besar yang sebenarnya pernah ada dalam tubuh umat ini. Dulu, umat ini pernah berjaya oleh karena kecintaan mereka yang kuat terhadap ilmu. Budaya membaca dan menuntut ilmu di kalangan para ulama sangat menakjubkan. Mereka sudah bisa berdiri dengan tegak dengan segenap cahaya, saat umat lainnya masih diliputi kegelapan. Potret kehidupan mereka perlu menjadi teladan untuk kehidupan kita masa kini; mengorbankan harta u. ditukar dengan buku dan ilmu pengetahuan.

Membaca adalah kata yang menunjukkan permulaan wahyu, dan penanda lahirnya kenabian pada diri Rasulullah SAW yang menjadi penerang bagi manusia dan segenap alam. Membaca adalah titik balik paling fundamental pada perubahan sejarah kemanusiaan dari kekufuran dan kesesatan mereka, meunju cahaya iman, tauhid dan hidayah; juga dari tradisi suram kepada nilai-nilai moral, akhlak dan etika; dari kebutaan hati kepada penglihatan yang berdasarkan iman. Para pendahulu kita sangat memahami itu, dan karena itulah mereka terus membaca dan tak pernah bosan melakukannya. Mereka memiliki tradisi itu dalam kehidupan mereka dan berusaha mewariskannya kepada generasi setelah mereka.

Namun tampaknya, tradisi yang baik itu kini seakan tidak terlalu mendapatkan perhatian. Bukan hanya oleh orang-orang awam, tetapi kita dan mereka yang hidupnya sangat dekat sarana-sarana ilmu dan profesi-profesi keilmuan, juga tak terlalu mempedulikan buku, dan membacanya. Seorang syaikh berkata, “Kalau kita perhatikan para mahasiswa kita hari ini, mereka terlihat jarang membaca. Padahal sesungguhnya mereka baru memulai belajar. Aneh. Sungguh aneh. Mereka seperti merasa telah memiliki banyak ilmu. Padahal Ibnu Jauzi menasehatkan, ‘Hal yang paling baik adalah berbekal dengan ilmu. Siapa yang merasa cukup dengan ilmu yang dia miliki dan puas dengannya sehingga tidak mau mendengar pendapat orang lain, kemudian terlalu membesarkan dirinya, maka dia akan terhalang dari memperoleh manfaat. Dengan terus membaca dan belajar, akan tampaklah kesalahannya.’”

Seringkali, setelah kita menyelesaikan satu jenjang pendidikan, terkadang ada bisikan dalam hati yang mengatakan bahwa kita telah melewati fase belajar, dan karena itu tak perlu lagi membaca. Kita bahkan kerap merasa diri sudah cukup berilmu. Kita lupa, atau sengaja melupakan keadaan ulama kita dalam berinteraksi dengan ilmu, yang tidak pernah berhenti hingga ajal menjemputnya.

Ada kemalasan yang sering muncul karena kita tak menemukan kenikmatan dalam membaca. Membaca tidak menyentuh jiwa kita, sebagaimana dirasakan para ulama, di mana bagi mereka membaca adalah alat pemuas jiwa.

Secara umum, mungkin kita memang sangat jarang membaca. Tradisi keilmuan kita sangat jauh berbeda dengan para pendahulu kita; salafusshalih dan pengikut mereka. Tetapi tidak berarti bahwa semua kita benar-benar menjauhi buku. Di tengah-tengah kita, masih banyak orang-orang yang dengan kebersahajaan dan kesederhanaannya tak pernah lepas dari buku. Selalu rajin membaca, kapan pun dan dimana saja. [Sulthan Hadi, sumber: Majalah Tarbawi edisi 224] .

Wednesday 28 March 2012

Ya Allah, Kami Tidak Mencintai-Mu Lagi


“Bait yang sakeenah, penuh ketenangan. Tapi bukanlah ketenangan itu datang dari manusia, tetapi daripada Allah. Maka tiada ketenangan dengan mengingati Allah. Ya Allah, ingatkanlah kami padaMu selalu. Agar kami tak lupa, kami cumalah hambaMu yang hina.”

Mencoret status di facebook. Terasa hati sangat resah gelisah. Allah, apalah punca ribut hati ini? Hanya Engkau yang Maha Mengetahui.

Kadangkala kita selalu fikirkan bahawa ketenangan itu datang dari manusia. Bagi mereka yang sudah berkahwin, kita rasakan ketenangan itu hadir apabila kita dekat dengan pasangan. Hati yang resah gelisah dapat diubati dengan memeluk erat dan membenam wajah di bahunya. Tapi, mengapa hati masih tidak tenang?

Allah, Allah, Allah..

Benarlah, manusia bukanlah sumber ketenangan. Allahlah yang menjadi sumber, menjadikan hati yang resah menjadi dingin dan tenang.

Selalu kita dengar, kita akan jadi tenang apabila memandang wajah suami atau isteri. Tapi kita tidak sedar, kita hamba yang tidak menjaga hubungan dengan Allah. Kita malas beribadah. Kita lambatkan solat. Kita tinggalkan bacaan Al-Quran. Kita kurang zikir dan wirid. Bahkan sudah lama kita tinggalkan solat sunat tahajud dan dhuha. Maka tak hairanlah kita tidak dapat menjadi pengantara ketenangan yang sumbernya dari Allah.

Pandangan kita kepada pasangan bukan lagi pandangan kasih sayang. Suaranya tidak lagi buat hati kita tenang. Tingkah lakunya tidak lagi jadi hiburan. Malah, semua yang dia lakukan kita pandang sebagai kesalahan.

Ini semua terjadi bila kita tidak menjaga hubungan dengan Allah. Kita tak lagi dapat menjadi pasangan yang solehah. Kita tak dapat lagi menjadi sumber ketenangan baginya. Kita jadi isteri yang pemarah, sensitif, emosional dan tidak rasional.

“Ya Allah, kami tidak mencintaiMu lagi. Kami sibuk mencintai dunia sampai terlupa mengingatiMu. Kamilah hamba yang lupa. Kamilah hamba yang hina..”

Allahurabbi. Benarlah, bila kita cintakan Allah, manusia juga cintakan kita. Bila kita rindukan Allah, manusia juga rindukan kita.

Ya Allah, jadikanlah aku hamba yang mencintaiMu. Ya Allah, cintailah suamiku. Ya Allah, sebagaimana kami mencintaiMu, jadikanlah kami berdua saling mencintai keranaMu. Engkaulah sumber cinta dan ketenangan kami wahai Allah.

Hasbunallahu wani’mal wakeel, ni’mal maula wani’mannaseer…


Tuesday 27 March 2012

Cik Mawar

Monday 26 March 2012

Aku Cemburu

Aku cemburu, cemburunya aku padamu muslimah berpurdah …

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang telah berani memilih walau perih...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang tetap istiqomah walau tak mudah...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang kokoh walau tergopoh...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang memiliki cinta-Nya walau teraniaya..

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang tetap berjuang, walau tak selalu dalam kesenangan...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang terus bergerak, walau waktu selalu mendesak...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang tetap bersabar dan istiqomah, walau orang-orang disekelilingnya memusuhi dan menghinanya...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang tetap ikhlas, walau tenaga, fikiran, dan materi semakin habis dan bahkan jiwanya pun terancam ...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang selalu bertasbih walau godaan dunia makin menggoda dan menghampirinya...

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang dengan penuh tekad berteriak: “Nahnu du'at qobla kulli syai'in....

Aku cemburu, cemburu pada mereka yang ketika ditanya "man anshori ilallah??" dengan lantangnya menjawab "nahnu anshorullah"

Aku cemburu padamu, wahai para juru dakwah yang membaktikan diri hanya pada Allah Azza Wajalla ... 

Aku doakan semoga kalian wahai " Anshorullah" tetap istiqomah dijalan-Nya dan semoga keberkahan dan rahmat Allah senantiasa tercurah untuk kalian... Amin Ya Rabb…

"Intansurullah Yansyurkum Wa yutsabbit Aqdamakum"
"Katakanlah, 'Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah di atas ilmu (hujjah yang nyata). Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik'." [Yusuf:108]

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." [An-Nahl:125]


"Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah." [Al-Qashash:87]


"Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?'." [Fushshilat:33]

Allahu A'lam Bish Shawab.

Ku persembahkan untuk mu wahai "Penyeru-penyeru Agama Allah" dimanapun kalian berada.

Keep Hamasah!!!!

Dan Yang Sebenarnya Wanita


Perempuan begitu penting dalam kehidupan seorang lelaki.
Jika tidak, Allah SWT tidak akan menjadikan Siti Hawa a.s dari tulang rusuk Nabi Adam a.s sendiri untuk memenuhi rasa sunyinya yang keseorang didalam syurga.

Perempuan begitu bererti bagi seorang lelaki, kerana tanpa perempuan :
1. hidup seorang lelaki tidak akan sempurna
2. tidak akan bertambah zuriat di muka bumi
3. tidak akan bergelar seorang suami
4. tidak akan menjadi pemimpin dalam rumahtangga
5. tiada teman untuk bergurau senda

Kejadian perempuan adalah lemah kerana dijadikan dari tulung rusuk yang bengkok.
Ini menyebabkan ada kalanya ia sukar dibentuk kecuali dengan hikmah dan kebijaksanaan yang tinggi oleh lelaki yang dapat membimbingnya ke arah kebaikan.

Perempuan tidak boleh:
1. menjadi wali
2. menjadi rasul atau nabi
3. memberi talak

Namun, dua pertiga daripada perempuan akan menjadi penghuni neraka.

Keadilan Allah SWT kepada perempuan:
1. kelonggaran dalam soal-soal ibadah kerana kedatangan haid dan nifas
2. tidak perlu berjemaah di masjid atau di surau
3. tidak wajib menunaikan solat Jumaat
4. tidak disentuh api neraka, jika ikhlas berkhidmat untuk suami dan keluarganya serta memelihara kehormatan diri dan suaminya.

Banyak lagi kebaikan dan keistimewaan yang Allah beri kepada perempuan yang tidak diberi kepada lelaki, ini membuktikan betapa kasihnya Allah SWT kepada hambanya yang bergelar perempuan, wanita, gadis, isteri, ibu atau nenek.


KEDUDUKAN DAN KEMULIAAN PEREMPUAN

Allah telah meletakkan kedudukan adalah di belakang lelaki sebagaimana firman-Nya:

“ Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh kerana Allah SWT telah melebihkan sebahagian mereka ke atas sebahagian yang lain dan kerana mereka telah menafkahkan sebahagian daripada harta mereka.” (Surah An-Nisaa’ : 34)

Wanita solehah ialah yang taat kepada Allah SWT dan memelihara diri ketika ketiadaan suami sebagaimana yang Allah tetapkan.

Namun tidak bermakna perempuan hanya menjadi pak turut tanpa ada kuasa menyatakan pendirian, pegangan, pendapat atau lain-lain.

Jauh tersembunyi, perempuan sebenarnya dianugerahkan dengan kuasa pengaruh jika digunakan dengan tepat, lelaki bersedia menurut kehendaknya dan memberi segala haknya.

Hal ini telah ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:

“ Dihiasi dunia itu (pada pandangan manusia) dengan kecintaan kepada perempuan.”

Sabda Rasulullah SAW tentang besarnya peranan perempuan ini ialah:

“Perempuan itu tiang Negara, jika baik perempuan di sesuatu Negara itu, maka baiklah Negara itu, begitulah sebaliknya.”


KUASA PUJUKAN PEREMPUAN

Kehebatan perempuan dalam pujuk rayu tidak dapat disangkal lagi.
Tidak ada perempuan yang tidak mahir dalam seni ini.
Kaum lelaki boleh dipujuk dan dirayu untuk melakukan apa sahaja mengikut kehendaknya.

Beberapa contoh keruntuhan empayar yang dibina oleh lelaki disebabkan daya pujukan wanita:
1. Napoleon Bonarparte dan Josephine
2. Anthony dan Cleopatra
3. Hitler dan Matahari
4. Samson dan Delila
5. Abu Lahab dan Hendon

Beberapa contoh wanita yang menjadi kekuatan kepada kepimpinan seorang lelaki sehingga berjaya mengatasi segala ujian dan cabaran tanpa melemahkan semangat juang mereka dalam menegakkan kebenaran dan kekuatan agama:

1. Nabi Muhammad SAW dan Siti Khadijah serta isteri-isteri yang lain
2. Nabi Ayub dan Siti Rahmah
3. Nabi Ibrahim dan Siti Sarah serta Siti Hajar


KUASA KEJELITAAN PEREMPUAN

Kejelitaan perempuan boleh menumbangkan ramai lelaki hingga banyak yang terarah melakukan perkara-perkara yang tidak wajar.
Namun sebaliknya, kuasa kejelitaan kaum muslimah boleh menimbulkan kecintaan yang tinggi kepada Allah SWT di mana seorang isteri mampu mempengaruhi suami dalam hal-hal yang diredhai Allah SWT.


KUASA LAYANAN PEREMPUAN

Kaum lelaki mudah goyah dengan layanan yang baik, apa lagi dari perempuan yang sangat dikasihi seperti isteri dan ibu.
Layanan baik yang disalurkan kepada orang yang berhak menerimanya akan mendatangkan redha Allah SWT dan memungkinkan apa yang dipinta pasti akan dipenuhi dengan mudah.


KUASA DOA PEREMPUAN

Doa perempuan lebih makbul dari lelaki kerana sifat penyayangnya lebih kuat dari lelaki.

Sebagaimana hadith Rasulullah SAW:

“Doa ibu itu lebih makbul”
“Kenapa Ya Rasulullah?”
“Ibu lebih penyayang dari bapa dan doa dari orang penyayang tidak akan sia-sia.”


KUASA TAQWA PEREMPUAN

Ketaqwaan adalah kuasa paling sempurna dan terbaik dalam menangani apa jua masalah.
Orang yang paling bertaqwa adalah orang yang paling dikasihi Allah.
Allah SWT tidak akan membiarkan orang yang dikasihi-Nya melainkn dipelihara serta sentiasa dirahmati-Nya.

Kuasa taqwa lebih mudah diperolehi oleh perempuan berbanding lelaki kerana kehalusan budi yang ada pada perempuan. Berbanding lelaki yang sebahagian hidupnya berada di luar rumah serta terdedah kepada pelbagai godaan, cubaan dan ujian.

Kekuasaan taqwa ini pula oleh kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT sehingga setiap lelaki pasti memerlukan perempuan untuk menghirupkan udara ini atau dalam perkataan lain setiap lelaki pasti dilahirkan oleh perempuan untuk menghirupkan udara ini atau dalam perkataan lain setiap lelaki pasti dilahirkan oleh perempuan kecuali Nabi Adam a.s. Sekuat-kuat lelaki, kuat lagi perempuan kerana lelaki itu sendirinya datang dari perut perempuan yang menghamilkan ke dunia, kemudian menatih, mendidik, memelihara dari kecil hingga dewasa.

Kemuliaan perempuan akan lebih nyata, jika ditambah dengan ketaatan kepada kaum lelaki yang berhak atasnya sebagaimana maksud hadith Rasulullah SAW:

“Perempuan yang taat kepada suaminya, semua burung diudara, ikan di air, malaikat di langit, matahari dan bulan: semuanya beristighfar baginya (isteri) selagi mana ia masih taat kepada suaminya dan diredhainya (serta menjaga solat dan puasanya).”


KEDUDUKAN WANITA DALAM SYARIAT ISLAM

Islam menganjurkan agar perempuan diberi peluang untuk mendapatkan pendidikan atau pembelajaran setaraf dengan lelaki.

Islam telah menetapkan asas-asas institusi keluarga yang menjamin kepentingan wanita.


TANGGUNGJAWAB DAN KEWAJIBAN PEREMPUAN MENURUT SYARIAT ISLAM

1. tanggungjawab sebagai hamba
2. tanggungjawab sebagai isteri
3. tanggungjawab sebagai pemimpin yang membantu suami dalam urusan rumahtangga
4. tanggungjawab sebagai pendidik generasi


KEKALKAN KEMULIAAN PEREMPUAN

Kalau demikian tinggi dan hebat kemuliaan dan kedudukan permpuan, wajiblah dipelihara dengan sebaik-baiknya kerana jika Allah mencabut kemuliaan itu, perempuan akan menjadi amat hina hingga tiadalah yang lebih berhak baginya kecuali neraka.

Maka berdoalah kamu,

“Ya Allah, kekalkan kami sebagai perempuan yang penuh dengan kemuliaan dan berkedudukan tinggi di sisi-Mu dan peliharalah kami dari ujian yang tidak mampu kami lakukan dan kami memohon kepada-Mu agar diberikan kekuatan dalam melaksanakan kebaikan kepada mereka yang berada di sekeliling kami.”

Amin ya Rabb..

Wednesday 14 March 2012

Kitab Cinta


Kadangkala tertawa
Apabila melihat manusia mensempadankan cinta
Sebatas hubungan lelaki dan perempuan semata
Kerna tercemarnya pemikiran mereka

Sedang aku mencintaimu juga
Wahai sahabat sejenis yang selama ini bersama,
Sedang aku mencintai kalian juga
Wahai keluarga yang selama ini bersungguh menjaga,
Sedang aku mencintai kamu juga
Wahai berlawanan jenis yang selama ini berkenalan di atas dunia,
Sedang aku mencintai semua
Masyarakat yang wujud di alam fana,

Kerana
Cinta padaku adalah hendak membawa semua ke syurga
Menarik jauh dari neraka
Mustahil pencinta akan melemparkan apa yang dicintanya ke dalam api
Begitulah aku memahami cinta yang hakiki

Kadangkala bermuram durja
Kerana tidak ramai yang memahami perkara ini
Hilang di dalam pelukan jahiliyyah
Tidak wujud di dalam kehidupan manusia kini

Monday 12 March 2012

Dia Yang Menginspirasikan


Bismillahirrahmanirrahim..

Di rentas masa
Aku ingin membawamu teman
Pada suatu kisah agung
Dia pernah dihina nista
Hingga dituduh seorang gila
Juga dijujat memiliki sihir
Sebenarnya dia tidak melaku apa pun
Cuma sering berkata
“Berimanlah kamu semua kepada ALLAH Yang Esa”

Batu kecil dan besar hinggap ditubuh
“Pulanglah kau! Seruanmu sia-sia”
Mereka terus menyakitinya
Hingga darah bertakung di kolam kasut
Malaikat melihat dengan sedih
Ada yang geram untuk membalas
“Gunung itu akan kami rebahkan
Biar orang-orang itu tenggelam”

Hatinya berzikir sabar
Wajahnya senyum sambil menggeleng
“Jangan, jangan kalian usik mereka
Jika bukan hari ini mereka beriman
Besok pasti ada
Walau zaman berlangsung lama
Anak cucu mereka akan berkata:
“Kami beriman kepada Allah dan Rasul-Nya”
Dia yakin, dia sabar, dia tawakal
Dia terus mendoakan umatnya

Teman
Kisah ini sangat menyayatkan
Kitalah anak cucu
Yang dimaksudkan baginda, nabi agung kita

Wahai teman,
Bagaimanakah jika baginda dulu tidak sabar?
Tergesa dan merajuk
Dalam dakwah yang mulia?
Apakah kita dapat mengucap syahadah?
Dapatkah dahi mengucup sejadah cinta-Nya?

Jawablah temanku
Jawablah di lubuk dalam hatimu..

Monday 5 March 2012

Didik Anak Jadi Pejuang




"Israel tu jahat ke, mama?" tanya Zaki kepada ibunya.
"Ya, Zaki. Israel memang jahat. Dia halau orang Islam Palestin. Lepas tu dia bunuh orang Islam yang lawan." Jawab ibunya dengan tenang.
"Ooh", jawab Zaki. "Zaki perasan tak tengok iklan McD kat TV", tanya si ibu.
"Ya Mama, Zaki ada tengok", kata Zaki.
"Tahu tak, kalau kita makan dekat McD bermakna kita tolong beli peluru kepada Israel untuk tembak orang Islam" terang Mama.
"Kenapa pula, Mama" Tanya Zaki dengan wajah hairan.
"Macam ni. Duit yang kita bayar tu sebahagiannya diberikan kepada Israel. Lepas tu Israel gunalah untuk beli senjata bunuh orang Islam", jawab si ibu dengan bersemangat.
"Ooh, baru Zaki faham" kata Zaki sambil mengangguk kepala.
Demikianlah perbualan seorang ibu dengan anaknya. Pernahkan anda bercerita demikian dengan anak-anak? Pernahkah anda jelaskan kepada anak-anak tentang masalah ummah? Masalah-masalah seperti penindasan dan penderitaan umat Islam. Anak-anak sememangnya amat perlukan pendedahan awal tentang masalah ummah. Agar mereka menjadi cakna ummah sejak dari kecil.
Hero khayalan
Mungkin anda berfikir bahawa anak-anak anda masih kecil untuk didedahkan dengan perkara-perkara yang besar ini. Anda juga mungkin berfikir negatif dengan menganggap soal ini adalah terlalu berat untuk dilonggokkan dalam minda anak-anak. Tanggapan ini jelas silap. Anak-anak sejak dari kecil sudah boleh didedahkan dengan soal-soal masalah ummah. Jika anda tidak mulakan dari sekarang untuk mengisi mindanya dengan soal yang penting ini, kelak mindanya akan dipenuhi dengan perkara-perkara lain yang tidak berfaedah.
Hari ini anak-anak cukup mudah diulit dengan hero-hero khayalan, serta 'perjuangan' palsu yang dipropaganda oleh televisyen dan permainan komputer. Minda dan ilusi bercampur baur antara kenyataan dan kepalsuan. Potensi akal mereka yang segar lagi bersih itu dibebankan dengan watak-watak hero palsu seperti Ultraman, Superman, Batman; serta watak-watak ilusi seperti Spongebob, Miki, Doraemon, Shrek dan pelbagai lagi. Akhirnya perilaku watak-watak ini yang diolah melalui kaca televisyen mempengaruhi minda, sikap dan tindakan anak-anak kita. Anak-anak menjadi 'pejuang' di medan khayalan dengan misi mustahilnya untuk mencapai imiginasi pencipta watak-watak palsu itu. Alangkah indahnya jika potensi perjuangan anak-anak itu dihalakan kepada realiti dan tuntutan perjuangan sebenar untuk memartabatkan agama dan maruah ummah.
Biar berhikmah
Oleh sebab itulah, anda perlu yakin bahawa anak-anak sebenarnya sudah bersedia untuk menghayati konsep-konsep perjuangan, jihad, dakwah dan pengorbanan sejak dari kecil lagi. Cuma soalnya ialah bagaimana kaedah penerapan dan pendedahan itu dibuat.
Sebelum anda melangkah lebih jauh, perlu anda memahami realiti kemampuan anak-anak memahami konsep perjuangan: Anak-anak gemar proses penghayatan berasaskan personaliti yang boleh menjadi ikon dalam kehidupan. Konsep hero dan heroin amat penting bagi anak-anak. Hero perlu punya segala macam kehebatan yang membanggakan, dan akhirnya berjaya menumpaskan kebatilan. Oleh itu pendekatan ketokohan ini perlu diserap melalui menghayatan tokoh-tokoh pejuang Islam seperti para Nabi dan Rasul serta para sahabat dan ulama. Mereka perlu dipaparkan sebagai hero yang ulung dan disanjung.
Anak-anak lebih cepat menguasai sesuatu penerangan yang bersifat hidup iaitu yang ada gambar, pergerakan dan suara berbanding dari penerangan bertulis atau lisan semata-mata. Maka bahan-bahan berguna berbentuk multi-media seperti tayangan, animasi dan seumpamanya amat sesuai untuk menjadi bahan tatapan anak-anak untuk memahami perjuangan. Contohnya, filem animasi perjuangan Nabi Muhammad dapat menjadi bahan pelajaran buat anak-anak menghayati perjuangan Baginda.
Anak-anak akan lebih menghayati erti perjuangan jika ia dikaitkan dengan apa yang dilalui seharian. Ertinya ibubapa perlu sentiasa mengambil peluang mengaitkan soal perjuangan, dakwah dan masalah ummah ketika makan, bermusafir, ke sekolah, beriadhah, menonton televisyen dan lain-lain. Di sini memerlukan keprihatinan dan kreativiti ibu bapa.
Anak-anak kebiasannya menilai dunia ini mempunyai dua realiti yang bertentangan: putih dan hitam, baik dan jahat, kebenaran dan kebatilan. Ibubapa perlu berhati-hati agar anak-anak tidak terkeliru. Kadang-kadang sesuatu perkara terpaksa dihuraikan dengan lebih mendalam bagi membantu mereka melihat dari perspektif yang lebih adil. Dari saat ini jugalah nak-anak sudah boleh mengenali musuhnya yang mengancam Islam dan umat Islam.
Anak-anak sukakan kisah-kisah teladan dan cerita. Berceritalah dengan anak-anak tentang tokoh-tokoh pejuang Islam, para pendakwah dan syuhada' sepanjang sejarah panjang perjuangan Islam.
Anak-anak mempunyai kemampuan akal yang cerdas dan mampu menanggapi persoalan yang sulit, jika disampaikan dengan cara mudah. Maka ibu bapa perlulah bersedia untuk mendedahkan anak-anak dengan perjuangan melalui penyampaian berkesan dan berterusan.
Anak-anak yang cakna dengan masalah ummah dan menghayati perjuangan Islam akan lebih matang, bijak, punya matlamat hidup yang jelas dan berketrampilan di kalangan rakan sebaya. Mereka tidak akan mudah terjebak dengan dunia khayalan dan hiburan tanpa batas. Mereka juga mudah untuk didorong untuk belajar kerana mereka sudah mempunyai gambaran asas tentang matlamat hidup di atas muka bumi Allah ini. Selain itu, sifat-sifat keprihatinan dan cakna ummah ini menjadikan mereka mudah untuk menghulurkan bantuan kepada orang lain dengan penuh keinsafan dan kesedaran.
Penonton bisu
Rasulullah SAW sendiri membuktikan bahawa Baginda telah membentuk cakna ummah di kalangan anak-anak muda yang mendokong perjuangan Baginda. Sayyidina Ali contohnya, telah diajak oleh Rasulullah untuk menggalas beban dakwah dan perjuangan sejak beliau masih diawal remaja lai. Demikianlah sahabat-sahabat kanak-kanak seperti Rafi' bin Khudayj dan Samurah bin Jundub yang berjaya menyertai misi perjuangan Uhud setelah berusaha sedaya upaya memujuk Rasulullah SAW. Bahkan ramai kanak-kanak lain yang turut bersemangat untuk mengikutinya tetapi diminta pulang oleh Rasulullah kerana masih terlalu muda. Fakta-fakta ini menunjukkan bahawa kesedran jihad dan perjuangan ini telah ditanam oleh Rasulullah SAW ke dalam hati anak-anak muda sejak mereka kanak-kanak lagi.
Hari ini, dengan keadaan umat Islam ditindas di Palestin, Chechnya, Eropah dan di bumi lain, kesedaran perjuangan amat mustahak. Penghinaan kepada Allah, Rasulullah dan agama Islam perlu kepada kesedaran dan pengorbanan generasi umat Islam. Jika kita lalai untuk meniupkan kesedaran cakna ummah ini, tidak mustahil anak-anak kita nanti hanya menjadi penonton bisu dan pekak kepada serius macam polemik yang menimpa ummah.
Tegasnya, anak-anak hari ini menentukan masa depan Islam dari esok. Membina cakna ummah perlu bermula saat mereka masih muda, agar minda mereka yang segar itu dihiasi dengan kesedaran beragama dan disirami dengan semangat perjuangan Islam. Membina cakna ummah akan lebih mudah dan lancar jika ibu bapa sendiri terlibat dalam perjuangan Islam. Anak-anak akan cepat belajar kerana ibu bapa mereka menjadi contoh di depan mereka. Maka, alangkah ruginya jika ibu bapa sibuk dengan urusan kehidupan duniawi tanpa melibatkan diri dalam perjuangan mengangkat agama Allah SWT.
Selamat membina cakna ummah dalam diri anak-anak, moga anak anda menjadi pejuang ulung esok nanti!

Sunday 4 March 2012

Dariku Untukmu Ukhti Mukminah


Saudari-saudariku tercinta,

Sesungguhnya, umur itu sangatlah pendek dan kehidupan ini hanyalah hembusan-hembusan nafas yang akan dihitung dan dihisab. Maka, apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi hari berpisahnya orang-orang yang saling berkasih sayang dan saling bersahabat?

Hari berpisahnya kita dari dunia yang fana ini, menuju yaumil hisab - hari perhitungan - dan alam kekal. Hari yang menjadikan harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali bagi mereka yang menghadap Allah dengan qalbun salim (hati yang sehat).

Apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke liang lahat, yang pernah disabdakan Rasulullah saw pada hari pengebumian sahabat mulia yang bernama Sa’ad bin Mu’adz ra:

“Seandainya ada orang yang selamat dari himpitan kubur, tentulah Sa’ad bin Mu’adz orangnya.” (Shahih Al-Jam’iush-Shagir, hadist no. 5306)

Saya berharap kepada Allah Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang dibenarkan dalam sabda Rasulullah saw :

“Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita solehah.” (Shahih Muslim, hadist no. 1469)

Wahai ukhti mukminah, kesolehanmu terletak pada kebaikan dienmu, benarnya aqidahmu dan baiknya tarbiyah yang engkau berikan kepada anak-anakmu. Mereka adalah amanat di lehermu dan calon pemuda di masa depan, pembela dienul Islam dan sebagai kayu bakar yang akan terus menyala, menjadi api penerang bagi keabadian dakwah ini di masa mendatang.

Wahai saudari-saudari tercinta, wahai cucu-cucu Khansa’,
Wahai saudari-saudari Sumayyah dan Khaulah binti Al-Azur.

Wahai kaum muslimah yang redha kepada Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai diennya, Muhammad sebagai rasulnya serta Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya,

Wahai kaum muslimah yang menginginkan bendera “Laa Ilaaha Illallaah” berkibar setinggi-tingginya, dan menginginkan hidup diatas bumi yang penuh keadilan dan ketenteraman,

Wahai kaum muslimah yang ingin hidup bahagia lagi mulia dengan meniti jejak Rasul dan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman dalam hidupnya.

Wahai isteri-isteri kaum muslimin di penjuru bumi Timur dan Barat, doronglah suami-suami kalian untuk berjihad fi sabilillaah. Kerana sesungguhnya, suami kalian tidak akan menjadi suami yang kalian idam-idamkan, kecuali ketika ia menjadi laki-laki kuat yang memanggul senjata dan membela dien, aqidah, tanah air dan harga diri mereka, serta mampu menghabcurkan musuh-musuh mereka dengan mempersembahkan syahid demi Islam.

Kemuliaan, ketinggian dan keluhuran hanya bisa diperoleh dalam naungan pedang di tangan manusia-manusia kuat yang mampu menggentarkan musuh-musuh mereka. Namun, itu semua tidak akan terwujud kecuali jika tiap orang dari kita mau mendorong suami, anak, saudara dan bapaknya ke medan perang, pertempuran dan kancah kemuliaan.

Itu semua juga tidak akan terwujud kecuali dengan kesabaran wanita atas kepergian suaminya, saudara dan bapanya, serta dengan mengganti peranan mereka dalam mengurus diri sendiri, anak-anak dan rumah tangganya untuk menjadi baik.

Para wanita yang berperanan di belakang mereka bak batu karang yang kukuh yang menopang dan menjadi tempat mereka bersandar. Menjadi penolong mereka dengan kesabaran dan pengorbanan, di samping menyiapkan segala perlengkapan yang pantas untuk diberikan bagi kaum laki-laki demi terwujudnya cita-cita ini.

Kemudian, jauhilah dunia dan pandanglah ia dengan penuh hina. Jangan pula kalian membebani suami dengan hal-hal yang ia tidak sanggup menghadirkannya. Jadikan dirimu rela dengan yang sedikit dari pemberian Allah yang dimudahkan untuknya.

Janganlah menyibukkan suami dengan tuntutan duniawi untuk kepentingan dirinya, yang seandainya diikuti dan menuruti syahwatnya, nescaya hanya akan membawa dirinya kepada kehancuran. Dia pun akan terus berupaya dan bersungguh-sungguh menghabiskan waktunya, untuk meraup dunia yang tidak akan habis-habisnya, sampai dunia itu melumat habis dirinya.

Wahai kalian ukhti muslimah, kalian wajib sentiasa mendorong suami pergi berjihad dengan segenap kemampuan yang kalian miliki. Janganlah bimbang dengan jalan jihad hanya kerana hambatan-hambatan yang ada, sebab umur itu ada di tangan Allah dan sesungguhnya jihad itu tidak akan mengurangi umur dan rezeki mereka sedikitpun. Sebaliknya jika meninggalkan jihad, itu bukan menjadi sebab panjangnya umur dan bertambahnya rezki, itu semua sudah menjadi takdir Allah.

Allah berfirman: “Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (Yunus:49)

Wahai ukhti muslimah, bukankah kalian senang jika menjadi mujahidah fi sabilillah? Tentu kalian menjawab “ya”. Tapi bagaimana mungkin hal itu bisa terwujud, sedang kalian sendiri tidak mendorong suami untuk berjihad serta tidak ikut menangani tugas-tugasnya dengan kesabaran atas kepergian suami, tidak juga menggantikan peranan suami kalian di dalam rumah..?

Apabila Allah mentakdirkan suami kalian hidup di bawah naungan jihad, maka kalian akan sentiasa hidup bahagia bersamanya. Apabila Allah mentakdirkan mati syahid untuknya, kelak kalian pun akan dikumpulkan bersamanya sebagai seorang syahidah – InsyaAllah - kerana orang yang mati syahid itu bisa memberi syafa’at kepada 70 orang dari kerabatnya.

Saudari muslimah, apakah ada martabat lain yang lebih besar daripada ini? Keistimewaan apa lagi yang diinginkan setelah diberikan kepadanya kebahagiaan mendampingi orang yang mati syahid lagi soleh di dalam syurga? Kita memohon kepada Allah, agar Dia mengumpulkan kita semua hidup bersama mereka di tempat yang penuh kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa.

Wahai ukhti fillah, demi Allah akan saya terangkan kepada kalian sebuah hikmah dari pengalaman hidup saya. Yakni, jika kalian bertawakal kepada Allah dalam hidup, nescaya tidak akan ada satu perkara pun yang dapat membahayakan kalian dengan izin Allah. Walau sebesar apapun musibah itu, tentu akan terasa kecil selama itu di jalan Allah. Demi Allah yang tidak ada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya khabar syahid suami dan anak saya, saya hadapi dengan penuh kerelaan di atas qadha’ dan qadar-Nya.

Saya juga merasakan bahawa kebahagiaan telah menyelimuti diri saya, bahkan menenggelamkan saya ke dalamnya. Padahal peristiwa syahidnya mereka telah lama berlalu, tapi saya tetap merasa teguh, redha dan tenang, itu semua murni pemberian Allah dan takdir-Nya semata.

Perasaan yang muncul ini bukanlah atas kehendak saya tapi itu berupa keteguhan yang semata Allah karuniakan ke dalam diri saya.

Saya yakin betul kalau itulah batas usia mereka dan itulah akhir ajal mereka. Lalu apa gunanya putus asa dan kesedihan? Bukankah rela terhadap qadha’ Allah itu lebih baik dibanding harus berputus asa? Bukankah balasan dari sebuah kesabaran adalah syurga yang menanti?

Maka dari itu Ya Allah, janganlah Engkau haramkan atas kami pahala-pahala mereka dan jangan pula Engkau jadikan kami sesat sesudah mereka tiada. Sesungguhnya saya betul-betul bahagia dengan syahidnya mereka, dan rasa bahagia ini lebih besar daripada yang saya rasakan ketika mereka masih hidup bersama kami.

Saya pun memperhatikan dan Allah juga yang lebih mengetahui, sesungguhnya mereka yang sudah syahid meninggalkan kami itu telah mendapatkan keberuntungan dan saya pun demikian ikut mendapatkannya dikeranakan setia bersama mereka. Semoga Allah menjadikan mereka penghuni syurga-Nya yang demikian luas, serta mempertemukan kita dengan mereka kelak di tempat yang sarat kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Wahai ukhti muslimah, terakhir saya wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, bergaul dengan orang-orang soleh dan menjauhi orang yang buruk perangainya.

Janganlah hidup bermewah-mewahan kerana itu akan mematikan hati kalian, dan hati yang sudah mati tidak akan mampu mendidik dan mengarahkan orang yang hidup.

Wahai ukhti muslimah, sesungguhnya kita ini membutuhkan suri tauladan dari para sahabat Nabi yang perempuan – ridhwaanullaahu ‘alaihinna. Oleh kerana itu perhatikanlah sosok Ummu Salamah, Khansa’, Sumayyah dan Khaulah untuk menjadi tauladan bagi kalian. Kemudian amalkanlah agar kalian naik ke jenjang yang tinggi, yang telah didaki oleh saudari-saudari kalian sebelumnya semisal para sahabat Nabi. Semoga Allah memberikan taufik kepada kalian atas amalan yang dicintai dan diridhai-Nya.

Inilah yang dapat saya tuliskan, dan saya memohon ampunan kepada Allah untuk peribadi saya dan akhwat-akhwat sekalian.

Saudarimu seakidah,
Ummu Muhammad ‘Azzam.
Isteri As-Syahid Dr. Abdullah Azzam.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...