Wednesday 18 September 2013

Daun Yang Jatuh Takkan Membenci Angin


“ Wahai Tuhanku, betapa telah Kau aturkan perkenalan
sehingga membenihnya persahabatan
dan Kau pupuk ia tumbuh subur di hati kami
agar bercambah keimanan.

Namun andai hadirku menjadi ulat
yang merosakkan antara dia dengan-MU,
maka tidak ada tangguh untukku
berundur dari dalam hidupnya.

Kerana-Mu Tuhanku,
saat aku memohon teman
yang mengemburkan keimanan
dan Kau anugerahkan dia
menjadi pohon singgahsana
agar rimbunnya menjadi teduhanku
dari bahang kemarau kehidupan.

Bagaimana Kau meminta dia dariku kembali,
sedang aku dan dia nyata milik-MU.

Pada-Mu kuserahkannya,
andai pengorbanan itu mahar keredhaan,
Kerana saat Kau hadirkan pertemuan,
telahku redha untuk sebuah perpisahan.”

Pernahkah kita bertemu dengan seseorang yang tidak pernah kita kenal siapa dia, tidak pernah kita tanyakan dari mana asalnya. Dan dia duduk seketika bersama kita, menyinggahi kamar kehidupan dan meninggalkan kalam bisunya di ruangan jiwa.

Dimensi pertemuan itu berbeza, saat kita tidak pernah melihat wajahnya namun kita bagai tahu bagaimana redup pandangannya. Dan tika kita tidak pernah sekali pun mendengar suaranya, kita bagai kenal nada bahasanya.

Dan kita tertawan pada agamanya, saat tazkirah dan nasihat menjadi utusan hatinya. Saat hadis-hadis Baginda bermain dalam ratib bahasanya dan al-Huda menjadi ayat karangan jiwanya. Dan bagi kita, sahabat adalah keperluan jiwa. Dialah ladang hati, yang kita taburi dengan kasih dan kita tuai dengan penuh rasa terima kasih. Dan pada kita, dialah anugerah istimewa dari-Nya saat kita memohon pada-Nya memilih teman perjalanan yang terbaik dalam kembara perjuangan di jalan-Nya.

Begitu tika Dia hadirkannya berkali-kali menemani lena kita, saat istikharah yang kita pinta menjadi jawapan-Nya. Sehingga seluruh jiwa kita menyangka dialah sahabat yang bakal menjadi menjadi tonggak perjuangan selama masa kehidupan. Dan tika itu kita mengharapkan persahabatan yang berpanjangan dengan ikatan yang lebih kukuh dan diredhai agar utusan hatinya sentiasa menemani kita, ratib bahasanya terus didendangkan di telinga dan karangan jiwanya terus kemas terukir saat kita alpa.

Dan tidak pernah ada prasangka, bagaimana andai hadir kita memberi masalah padanya kewujudan kita tanpa sedar mengganggu hatinya bertemu Pencipta. Dan kita terpaku tiba-tiba, dari doa yang kita pohon agar persahabatan dinaungi rahmat-Nya tiba-tiba bertukar cela. Mungkinkah dalam persahabatan itu penuh terpalit dosa, apakah nasihat kita melaghokan jiwanya saat kita bersahabat kerana agama-Nya.

Namun tiba saat mengharuskan kita sedar, saat pertemuan diqasadkan untuk memburu redha-Nya maka perpisahan kerana-Nya pasti membuah makna. Tika kita merunduk tawadhu` pada ketentuan-Nya dalam kudus jiwa kita membelas pada ketentuan takdir. Yakinlah Dia tidak pernah menganiaya hamba-Nya.

Daun yang jatuh takkan sekali-kali membenci angin. Dan amankanlah hatimu dengan janji-Nya: "..Dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hambaNya." (Fussilat: 46)


0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...