Wednesday 6 November 2019

Malaikat Yang Terlupakan Tasbihnya





Dikisahkan ada laki-laki Badui yang telah memeluk Islam. Tapi, karena ia seorang fakir dan rumahnya jauh dari Madinah, ia belum pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Si Badui itu hanya berbaiat memeluk Islam dan belajar tentang peribadahan dari para pemuka kabilahnya yang pernah mendapat pengajaran Nabi Saw. Tetapi dengan segala keterbatasannya itu, ia mampu menjadi seorang mukmin yang sebenarnya, bahkan sangat mencintai Rasulullah Saw.

Suatu hari seorang badui mengikuti rombongan kabilahnya melaksanakan ibadah umrah ke Makkah. Sambil thawaf sendirian, terpisah dari orang-orang lainnya, si badui ini selalu berdzikir berulang-ulang dengan asma Allah, “Ya Kariim, ya Kariim..”

Orang Badui tersebut tidak mampu menghafal dengan tepat doa atau dzikir yang idealnya dibaca ketika thawaf, sebagaimana diajarkan Nabi Saw. Karena itu ia hanya membaca berulang-ulang asma Allah yang satu itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengikutinya, berjalan di belakangnya sambil mengucap juga, “Ya Kariim, ya Kariim.”

Alangkah terkejutnya si Badui. Kemudian ia berpindah dan menjauh dari tempat itu dan orang tersebut sambil meneruskan dzikirnya. Karena ia menyangka lelaki yang mengikutinya itu hanya memperolok dirinya. Tetapi kemana pun ia berpindah dan menjauh, lelaki itu tetap mengikutinya dan mengucapkan dzikir yang sama.

Akhirnya, si Badui berpaling menghadapi lelaki itu dan berkata, “Wahai orang yang berwajah cerah dan berbadan indah, apakah anda sedang memperolok-olokku? Demi Allah, kalau tidak karena wajahmu yang cerah dan badanmu yang indah, tentu aku sudah mengadukan kamu kepada kekasihku,” ancam si Badui.

Lelaki itu berkata, “Siapakah kekasihmu itu?” Si Badui berkata, “Nabiku, Muhammad Rasulullah Saw!” jawabnya tegas. Lelaki itu tampak tersenyum mendengar penuturannya. Kemudian berkata, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu, wahai saudaraku Badui?” “Belum..!” kata si Badui, lebih tegas.

Lelaki itu berkata lagi, “Bagaimana mungkin engkau mencintainya jika engkau belum mengenalnya? Bagaimana pula dengan keimananmu kepadanya?” Si Badui berkata, “Aku beriman atas kenabiannya walau aku belum pernah melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya walau aku belum pernah bertemu dengannya.” Lagi-lagi lelaki itu tersenyum dan berkata, “Wahai saudaraku orang Badui, aku inilah Nabimu di dunia dan pemberi syafaat kepadamu di akhirat.”

Tidak disangka oleh si Badui, lelaki yang mengikutinya itu tidak lain adalah Rasulullah Saw. yang juga sedang beribadah umrah. Sengaja beliau mengikuti perilaku si Badui karena beliau melihatnya begitu polos dan ‘unik’, menyendiri dari orang-orang lainnya, tetapi tampak jelas begitu khusyuk menghadap Allah dalam thawafnya itu.

Si Badui tersebut memandang Nabi Saw. seakan tak percaya, matanya berkaca-kaca. Ia mendekat kepada beliau sambil merendah dan akan mencium tangan beliau. Tetapi Nabi Saw. memegang pundaknya dan berkata, “Wahai saudaraku, jangan perlakukan aku sebagaimana orang-orang asing memperlakukan raja-rajanya. Karena sesungguhnya Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Dia mengutusku dengan kebenaran, sebagai pemberi kabar gembira (yakni akan kenikmatan di surga) dan pemberi peringatan (akan pedihnya siksa api neraka).”

Si Badui masih berdiri termangu, tetapi jelas tampak kegembiraan di matanya karena bertemu dengan Nabi Saw. Tiba-tiba Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw. menyampaikan salam dan penghormatan dari Allah Swt. kepada beliau. Allah memerintahkan beliau menyampaikan beberapa kalimat kepada orang Badui tersebut, yakni, “Hai Badui, sesungguhnya Kelembutan dan Kemuliaan Allah (yakni makna asma Allah ‘Al-Karim’) bisa memperdayakan. Allah akan menghisab (memperhitungkannya) dalam segala hal. Sedikit ataupun yang banyak, yang besar ataupun yang kecil.”

Nabi Saw. menyampaikan kalimat dari Allah tersebut kepada si Badui. Kemudian si Badui berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, ya Rasulullah??” “Benar, Dia akan menghisabmu jika Dia menghendaki,” ujar Nabi Saw. mengiyakan. Tiba-tiba si Badui mengucapkan sesuatu yang tidak disangka-sangka, “Demi Kebesaran dan Keagungan-Nya, jika Dia menghisabku, aku juga akan menghisab-Nya!”

Sekali lagi, Nabi Saw. tersenyum mendengar pernyataan si Badui dan bersabda, “Dalam hal apa engkau akan menghisab Tuhanmu, wahai saudaraku Badui?” Si Badui berkata, “Jika Tuhanku menghisabku atas dosaku, aku akan menghisab-Nya dengan Maghfirah-Nya, jika Dia menghisabku atas kemaksiatanku, aku akan menghisab-Nya dengan Pemaaf-Nya dan jika Dia menghisabku atas kekikiranku, aku akan menghisab-Nya dengan Kedermawanan-Nya.”

Nabi Saw. sangat terharu dengan jawaban si Badui itu sampai menangis meneteskan air mata yang membasahi janggut beliau. Jawaban sederhana, tetapi mencerminkan betapa “akrabnya” si Badui tersebut dengan Tuhannya, betapa tinggi tingkat makrifatnya kepada Allah, padahal dia belum pernah mendapat didikan langsung dari Nabi Saw.

Sekali lagi Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, Tuhanmu Allah mengirim salam kepadamu dan berfirman, “Kurangilah tangismu, karena hal itu membuat malaikat-malaikat pemikul ‘Arsy menjadi lalai dalam tasbihnya. Katakan kepada saudaramu, si Badui, ia tidak perlu menghisab Kami dan Kami tidak akan menghisab dirinya. Karena dia adalah (salah satu) pendampingmu kelak di syurga.”


Saturday 26 October 2019

Thalibul 'Ilm



Jika memang kerana Allah maka ketahuilah menuntut ilmu itu tidak perlu buru-buru, step by step, gak ada yang mengejarmu, bahkan maut sekalipun, yang penting adalah kualitas ilmu bukan pamer ilmu sudah baca kitab ini atau itu, kalau kamu mati baru ditingkat dasar maka memang itu jatahmu yang penting kamu sudah berusaha keras, toh tujuannya Lillahi ta’ala, bukan untuk dirimu, bukan untuk dikatakan luas ilmunya, bukan untuk dikatakan ustadz, bukan juga untuk ummat, bukan untuk mengajar atau berdakwah, tapi hanya untuk Allah, maka biar Allah menentukan maqam yang terbaik untukmu. Yang penting bagimu ikhtiyar sebaiknya. Jika memang Tuhan ingin kamu sampai level muntahin maka Allah akan mudahkan dan buka sebabnya dan itu akan jadi terbaik bagimu, jika memang Tuhan ingin kamu belajar cuma sampai bidayah, maka jika kamu pintar, banyak duit, dll maka ya itu juga terbaik untukmu.

Tenang saja, kadangkala seorang thalibul ilmu tingkat bidayah bisa jauh bermanfaat untuk dirinya dan orang banyak, daripada muntahin, manfaat itu bukan dari tingginya ilmu, tapi dari keikhlasan dan taufiq dari Allah, tugasmu hanya berusaha sebaiknya diposisimu.  اعمل حتى يصدقكم الله beramalah sampai Allah memberi pengakuan padamu, baik didunia atau akhirat, itu nasihat yang sering diberikan guruku padaku, menuntut ilmu itu hanya wasilah, iya fiqh, ilmu kalam, nahwu, sharaf, uqud juman, hafal alfiyah, khatam mahaly itu semua hanya wasilah, ghayah dan tujuannya hanya ridha sang kekasih iaitu Allah…

Kredit : Fauzan Inzaghi


Tuesday 15 October 2019

Bekalan



Pada suatu ketika Imam al-Ghazali sedang menulis kitab. Pada zaman itu, orang menulis menggunakan cecair dakwat dan sebatang pena. Pena itu harus dicelupkan dulu kedalam dakwat baru kemudian dipakai untuk menulis, jika habis, dicelup lagi dan menulis lagi. Begitulah seterusnya.

Ditengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk dakwat Imam al- Ghazali. Lalat itu nampaknya sedang kehausan. Ia meminum cecair dakwat di mangkuk itu.

Melihat lalat yang kehausan, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu meminum dakwatnya tanpa menghalaunya. Lalat juga makhluk Allah yang harus diberikan kasih sayang, fikir Al-Ghazali.

Setelah Imam Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian,seorang Ulama yang merupakan sahabat dekat beliau bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah dialog. Sahabatnya bertanya, ” Wahai Hujattul Islam, Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu? “.

Al-Ghazali menjawab, "Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik".

“Gerangan apakah sampai engkau ditempatkan Allah ditempat yang paling baik itu? Apakah itu karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab bermanfaat yang telah kau tulis?” tanya sahabatnya.

Al-Ghazali menjawab, ”Tidak, Allah memberiku tempat yg terbaik, hanya kerana pada saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat untuk meminum dakwatku kerana kehausan. Aku lakukan itu kerana aku sayang pada makhluk Allah. “

Dari kisah sufi tersebut memberi kita pengajaran bahwa seseorang itu masuk kedalam syurga adalah semata-mata kerana rahmat Allah. Kisah ini juga membawa hikmah bahawa tidak ada salahnya jika kita menolong makhluk Allah. Bayangkan hanya sekadar membiarkan lalat yang kehausan untuk minum saja menjadikan sebab seseorang masuk syurga, apalagi memberi makan kepada sesama manusia bersedekah bagi sesama yang benar-benar memerlukan.

Kisah di atas juga mengajar kita untuk tidak atau jangan pernah meremehkan amalan kebaikan sekecil apapun, kerana sesungguhnya kita tidak pernah tahu, boleh jadi amalan yang kita anggap kecil tersebut berarti besar di hadapan Allah Swt, dan justru amalan tersebutlah yang akan menghantar kita ke Syurga. Sebaliknya kita juga tidak tahu bahawa mungkin dosa yang dianggap kecil yang boleh menjerumuskan kita ke lembah kehinaan, Neraka Jahanam. Na’udzubillahi min zalik.





Sunday 29 September 2019

Beautiful Patience




أيها المبتلى رجلا أو امرأة لا تحزن ، وارض بقدر الله ؛
فإن الله إذا أحب قوما ابتلاهم، وما يدريك لعل الله رفعك من كونك حبيب
 فلان أو حبيبة فلان لتكون حبيب الله أو حبيبة،
فطوبى لأحباب الله.

Wahai orang yang diuji baik lelaki ataupun perempuan,
Janganlah bersedih, berpuas hatilah dengan ketentuan Allah,
Kerana Allah apabila Dia suka sesuatu kaum, Dia akan menguji mereka.
Kamu tidak tahu boleh jadi Allah mengangkat kamu daripada menjadi kekasih seseorang
Kepada menjadi kekasih Allah.
Alangkah bahagianya menjadi kekasih Allah…

….
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan solat ;
Sesungguhnya Allah beserta dengan orang-orang yang bersabar..”
(Qs Al Baqarah : 153)




Friday 20 September 2019

Hilang


Hariku sering tuah hadir bertamu
Seakan dunia hanya untuk diriku
Kasih alam sering menyebelahiku
Seolah tiada ruang selain diriku

Namun sepi ku rasa walau ku sempurna
Takut ku pada indah dunia tak selama
Kelompang di jiwa
Tiada rasa tuk mendekati-Nya

Tuhan ku bimbangi nikmat zikirku tiada lagi
Rasa asyik ini ku sangka Kau redhai
Hampa sang nurani kerna ku ingin bebas rasa hilang
Tuhan dekatiku pada yang Kau cintai

Hariku sering tuah hadir bertamu
Betapa ku bimbangi hilang dari pandangan-Mu…

Thursday 29 August 2019

Hamasah




Senyap-senyap usaha
Siang biar riang zahir tawa
Malam biar tenang sorokkan doa dan air mata
Tak perlu banyak bercerita tentang cita-cita
Hakikatnya, tak ramai yang mahu mendengarnya
Buktikan dengan kejayaan bukan dengan perkataan semata
Ingat, simpan peluru hingga sampai waktu
Biar apa datang hulurkan senjata 3S dahulu
Senyum + Senyap + Sabar…

:)


Sunday 30 June 2019

Uwais Al Qarni





"Belum dikatakan berbuat baik kepada Islam, orang yang belum berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang tuanya.” Syaikhul Jihad Abdullah Azzam

Di Yaman, tinggallah seorang pemuda bernama Uwais Al Qarni yang berpenyakit sopak. Karena penyakit itu tubuhnya menjadi belang-belang. Walaupun cacat tapi ia adalah pemuda yang saleh dan sangat berbakti kepada ibunya, seorang perempuan wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.

“Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu.

Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata orang-orang yang melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang dilakukannya tersebut.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari? Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.

Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.

“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.

“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.

Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”

Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya. Uwais seketika itu juga sembuh dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah kalian apa hikmah dari bulatan disisakan di tengkuknya Uwais tersebut? Ituah tanda untuk Umar bin Khaththab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat Rasulullah untuk mengenali Uwais.

Beliau berdua sengaja mencari di sekitar Ka’bah karena Rasulullah berpesan, “Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”

“Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya, demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR Bukhari dan Muslim)

Uwais Al Qarni pergi ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al Qarni menyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu dengan Siti Aisyah r.a., istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terniang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu,agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.”

Akhirnya, karena ketaatanya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan terpaksa pamit kepada Siti Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang mengayunkan lengkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu.

Peperangan telah usai dan Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a., tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah r.a. dan para sahabat tertegun. Menurut keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu, kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khaththab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Waktu terus berganti, dan Nabi kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khaththab. suatu ketika Khalifah Umar teringat akan sabda Nabi tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib. Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu. yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa Khalifah Umar dan sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib selalu menanyakan dia?

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. Setelah mengakhiri salatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putihdi telapak tangan Uwais Al Qarni.

Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus meminta do’a pada kalian”.

Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Fenomena ketika Uwais Al Qarni Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan di mandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang ingin berebutan ingin memandikannya. Dan ketika di bawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang sudah menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa ke pekuburannya, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk menusungnya.   

Meninggalnya Uwais Al Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al Qarni adalah seorang yang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau Wahai Uwais Al Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai pengembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatnya, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal.mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.”

Berita meninggalnya Uwais Al Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah penghuni langit.

Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).




Sunday 23 June 2019

Berharap



Bahawa ada yang selalu memperhatikan keadaan kita,
Dialah Allah…

Bahawa ada yang selalu menerima cinta kita bagaimanapun keadaan kita,
Dialah Allah…

Bahawa ada yang selalu bahagia menyambut taubat kita,
Dialah Allah…

Bahawa ada yang selalu menginginkan yang terbaik untuk kita,
Dialah Allah…

Bahawa ada yang selalu merawat kita, baik ketika kita sedar atau tidak,
Dialah Allah…

Bahawa ada yang selalu ingin kita bahagia,
Dialah Allah…

“Ya Allah, dengan rahmatMu aku berharap, maka janganlah Engkau serahkan urusanku kepada diriku walau sekejap, dan perbaikilah keadaanku seluruhnya. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah dengan benar kecuali Engkau...”
[HR Abu Daud]




Saturday 20 April 2019

Wahai Tuhannya Baitullah


Tuhannya Baitullah,
Segala puji-pujian buatmu
Yang mengizinkan dahi bersujud di rumah agung-Mu
Yang mengizinkan hamba mengelilingi Kaabah-Mu
Yang memberi izin hamba menyentuh dinding binaan Nabi-Mu

Tuhannya Baitullah,
Terlalu ramai hamba-hamba pilihan-Mu
Berpusu-pusu ke tempat agung
Tempat suci yang tiada hijab doa disampaikan
Menadah tangan memohon keampunan
Menyampaikan impian rakan-rakan seperjuangan

Sungguh,
Aku malu berdiri dihadapan Kaabah-Mu
Wahai Tuhannya Baitullah
Siapalah aku disisi-Mu
Hanya hamba kerdil tiada apa-apa
Yang mengharap belas ihsan dari-Mu
Yang sentiasa mendambakan
Redha, Syurga dan Wajah-Mu

Tuhannya Baitullah,
Telah kami laksanakan ibadah-Mu
Terimalah umrah kami, tawaf kami, amal ibadah kami
Berilah ketenangan, kebahagiaan dalam kehidupan kami
Telah hamba bersaksi
Segala kisah-kisah agung di dalam Kitab Al-Quran
Mengenai Nabi-Mu, Rasul-Mu dan para sahabiah
Maha Suci Tuhan
Tanah Suci Haram ini sebaik-baik tempat indah di bumi

Wahai Tuhannya Baitullah,
Moga ini bukan yang terakhir buat kami
Izinkan kami menjejakkan kaki lagi
Ditempat lahirnya Rasul-Mu ini
Tempat wahyu-wahyu diturunkan kepada Nabi-Mu
Tempat barakah penuh ketenangan
Apabila pertama kali hamba-Mu ini merasai saat memasuki Kota Rindu
Jemput kami ke sini lagi ya Rabb
Untuk kesekian kalinya,
Terima kasih atas kesempatan ini
Wahai Tuhannya Baitullah… :)


13:28
11 April 2019
Masjidil Haram, Makkah



Tuesday 26 March 2019

Makkah Sedalam Cinta


Jika kau merindu Makkah, sesekali abaikanlah bayangan tentang gedung-gedung yang menjulang gagah, juga jam raksasa yang berdetak mengabarkan kian dekatnya sa'ah.

Tapi biarkan khayal itu menyusuri bukit-bukit yang kini bebatuannya pecah-pecah, yang di tengahnya dulu terjepit sebuah lembah. Di situlah semua bermula, dalam doa di dekat bangunan tua yang tetap terjaga bersahaja.

“Ya Rabb kami, telah kutempatkan sebagian keturunanku di lembah tak bertanaman di dekat rumahMu yang dihormati. Ya Rabb kami, agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati sebagian manusia merundukkan cinta pada mereka, karuniakan pada mereka rizki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37)

Mereka yang menyejarah, memulai semuanya dengan keyakinan pada Penggenggam Alam Semesta, bahwa hidup prihatin adalah agar sandaran jiwa raganya hanya kepada Allah.

Kadang ia memang duka, tapi sedalam cinta.

Bayangkanlah kecamuk perasaan seorang istri yang ditinggalkan beserta bayi merah oleh sang suami, di tempat yang harapan hidup dalam nalar manusia sungguh nihil kiranya. Tiga kali dia mengejar lelaki yang tak sanggup berkata-kata itu dengan tanya, "Mengapa kautinggalkan kami?" Dan semua baru jelas ketika dia mengganti soalan menjadi, "Apakah ini perintah Allah?"

Ya.

"Jika ini perintah Allah", begitu dia tegaskan dengan menguatkan hati, "Dia takkan pernah menyia-nyiakan kami."

Perasaan imani wanita ini, yang diperjuangkan mengatasi emosi-emosi; kecewa, takut, galau, sedih, dan cemburu menjadi tonggak berdirinya sebuah peradaban hanifiyyah. Tanpa ucapan Hajar ini, kita tahu; lembah Bakkah tetap akan sunyi, tak ada lari bolak-balik tujuh kali dalam pendingin udara yang sejuk sekali, meski kita sedang mengenang pembuktian iman di tengah terik mentari yang memanggang pasir dan batu menyengat kaki, dengan sisa tenaga seorang wanita yang air susunya kering dan bayinya menangis kelaparan.

Duka Ibrahim yang berulang, ketika buah hati sibiran tulang yang dinanti hingga menua harus ditinggalkan, lalu ketika dia tumbuh gagah membanggakan harus disembelih, adalah duka sedalam cinta.

Jika nanti kau mengunjungi Makkah, sesekali palingkanlah wajah dari toko-toko yang megah dan barangan yang mewah, dan beralihlah menatap pasir-pasir dan debunya yang kini lebih kerana pembangunan di mana-mana.

Sebab dalam suasana itu, Sumayyah menemui syahadah, Yasir disalib, Bilal diseret ke tengah gurun, ditindih batu di atas pasir membara, dan dicambuk hingga pemecutnya kelelahan. Sebab dalam sesak itu, Khabbab pernah diselongsong di atas api pembakar besi, hingga cairan yang menetes dari lepuhan punggunglah yang memadamkan nyalanya.

Dalam gerah ini pula, Sang Nabi menangis dan berkata, "Duhai Makkah, sungguh engkau adalah bagian bumi yang paling dicintai Allah, maka kamipun sangat mencintaimu.. Seandainya bukan karena kaumku mengusirku darimu, aku takkan pernah meninggalkanmu.."

Jika kau nanti menjadi tamu Allah, sesekali pejamkan matamu dari kilau gemerlap lampu-lampunya, kecerlangan marmer dan granit berukir-ukir. Lalu bacalah talbiyah dengan penghayatan orang-orang yang dipanggil Ibrahim lalu datang berjalan kaki atau menaiki unta-unta kurus dalam perjalanan berbulan-bulan dari lembah-lembah yang dalam.

Lalu mari mengenang dua uswah hasanah itu dalam doa rindu, "Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad. Kama shallaita 'ala Ibrahim wa 'ala ali Ibrahim."

Mereka yang menyejarah, selalu rindu kepada Makkah, menghayati duka sedalam cinta..



-Salimafillah-





Sunday 24 February 2019

Baitul Makmur





Bait al-Makmur (Arab البيت المعمور, Al Baytul Ma'mur) adalah Kabah penduduk langit sebagaimana Kabah di bumi sebagai pusat ibadah penduduk bumi. Menurut Ibnu Abbas bahwa Baitul Makmur adalah rumah disekitar Arsy yang dikelilingi oleh para malaikat

Lafadz Baitul Makmur disebutkan Allah dalam Quran surat At-Thur.


“...dan demi Baitul Ma’mur, dan atap yang ditinggikan (langit), dan laut yang di dalam tanahnya ada api,” (At-Thur: 4-6)

Karena itulah, Allah jadikan tempat ini sebagai sumpah-Nya, sebagaimana disebutkan pada ayat di atas, “Demi Baitul Makmur...,” dan umat Muslim meyakini bahwa makhluk yang Allah jadikan sebagai sumpah adalah makhluk yang mulia, yang menunjukkan keagungan Sang Penciptanya, dan hanya Allah saja yang boleh bersumpah atas makhluknya, sedangkan makhluk seperti manusia, jin dan lain-lainnya, dilarang untuk bersumpah ditujukan selain kepada Allah. Jika ada yang melanggar dan ia telah mengetahui hukumnya, maka ia dihukumi dengan kekufuran dan kesyirikan.

Letak dan posisinya

Ketika peristiwa Isra Mi'raj, Nabi Muhammad telah melihat Baitul Makmur yang berada di langit ketujuh.

Baitul Makmur dikatakan letaknya sejajar dengan Kabah penduduk bumi. Penjelasan lain menjelaskan lebih detail bahwa letaknya ada di langit ke-7, tepat diatas Kabah penduduk bumi.

Beberapa pendapat

Ada beberapa pendapat mengenai tafsir Baitul makmur menurut Fakhruddin Ar-Razi rahimahullah, ia berkata bahwa Baitul Makmur, maka ada beberapa pendapat diantaranya adalah:
Rumah di langit yang tertinggi di dekat ‘Arsy, disifati dengan “makmur” karena banyaknya yang melakukan thawaf dari golongan malaikat.

Baitullah Al-Haram (Ka’bah) yang di penuhi oleh jemaah haji yang thawaf dan i’tikaf
Baitul Makmur dengan menggunakan “Lam ta’rif Al-Jinsi”. Seakan-akan Allah bersumpah dengan rumah-rumah (misalnya ka’bah) yang diramaikan/dimakmurkan dan bangunan-bangunan yang terkenal.


اللهم ارزق كل مشتاق عمره قريبه. امين يا الله...


Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...