Dikisahkan
ada laki-laki Badui yang telah memeluk Islam. Tapi, karena ia seorang fakir dan
rumahnya jauh dari Madinah, ia belum pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Si
Badui itu hanya berbaiat memeluk Islam dan belajar tentang peribadahan dari
para pemuka kabilahnya yang pernah mendapat pengajaran Nabi Saw. Tetapi dengan
segala keterbatasannya itu, ia mampu menjadi seorang mukmin yang sebenarnya,
bahkan sangat mencintai Rasulullah Saw.
Suatu hari seorang
badui mengikuti rombongan kabilahnya melaksanakan ibadah umrah ke Makkah.
Sambil thawaf sendirian, terpisah dari orang-orang lainnya, si badui ini selalu
berdzikir berulang-ulang dengan asma Allah, “Ya Kariim, ya Kariim..”
Orang Badui
tersebut tidak mampu menghafal dengan tepat doa atau dzikir yang idealnya
dibaca ketika thawaf, sebagaimana diajarkan Nabi Saw. Karena itu ia hanya
membaca berulang-ulang asma Allah yang satu itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki
yang mengikutinya, berjalan di belakangnya sambil mengucap juga, “Ya Kariim, ya
Kariim.”
Alangkah
terkejutnya si Badui. Kemudian ia berpindah dan menjauh dari tempat itu dan
orang tersebut sambil meneruskan dzikirnya. Karena ia menyangka lelaki yang
mengikutinya itu hanya memperolok dirinya. Tetapi kemana pun ia berpindah dan
menjauh, lelaki itu tetap mengikutinya dan mengucapkan dzikir yang sama.
Akhirnya, si
Badui berpaling menghadapi lelaki itu dan berkata, “Wahai orang yang berwajah
cerah dan berbadan indah, apakah anda sedang memperolok-olokku? Demi Allah,
kalau tidak karena wajahmu yang cerah dan badanmu yang indah, tentu aku sudah
mengadukan kamu kepada kekasihku,” ancam si Badui.
Lelaki itu
berkata, “Siapakah kekasihmu itu?” Si Badui berkata, “Nabiku, Muhammad
Rasulullah Saw!” jawabnya tegas. Lelaki itu tampak tersenyum mendengar
penuturannya. Kemudian berkata, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu
dengan Nabimu itu, wahai saudaraku Badui?” “Belum..!” kata si Badui, lebih
tegas.
Lelaki itu
berkata lagi, “Bagaimana mungkin engkau mencintainya jika engkau belum mengenalnya?
Bagaimana pula dengan keimananmu kepadanya?” Si Badui berkata, “Aku beriman
atas kenabiannya walau aku belum pernah melihatnya. Aku membenarkan
kerasulannya walau aku belum pernah bertemu dengannya.” Lagi-lagi lelaki itu
tersenyum dan berkata, “Wahai saudaraku orang Badui, aku inilah Nabimu di dunia
dan pemberi syafaat kepadamu di akhirat.”
Tidak
disangka oleh si Badui, lelaki yang mengikutinya itu tidak lain adalah
Rasulullah Saw. yang juga sedang beribadah umrah. Sengaja beliau mengikuti
perilaku si Badui karena beliau melihatnya begitu polos dan ‘unik’, menyendiri
dari orang-orang lainnya, tetapi tampak jelas begitu khusyuk menghadap Allah
dalam thawafnya itu.
Si Badui
tersebut memandang Nabi Saw. seakan tak percaya, matanya berkaca-kaca. Ia
mendekat kepada beliau sambil merendah dan akan mencium tangan beliau. Tetapi
Nabi Saw. memegang pundaknya dan berkata, “Wahai saudaraku, jangan perlakukan
aku sebagaimana orang-orang asing memperlakukan raja-rajanya. Karena
sesungguhnya Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan
sewenang-wenang. Dia mengutusku dengan kebenaran, sebagai pemberi kabar gembira
(yakni akan kenikmatan di surga) dan pemberi peringatan (akan pedihnya siksa
api neraka).”
Si Badui
masih berdiri termangu, tetapi jelas tampak kegembiraan di matanya karena
bertemu dengan Nabi Saw. Tiba-tiba Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw.
menyampaikan salam dan penghormatan dari Allah Swt. kepada beliau. Allah
memerintahkan beliau menyampaikan beberapa kalimat kepada orang Badui tersebut,
yakni, “Hai Badui, sesungguhnya Kelembutan dan Kemuliaan Allah (yakni makna
asma Allah ‘Al-Karim’) bisa memperdayakan. Allah akan menghisab
(memperhitungkannya) dalam segala hal. Sedikit ataupun yang banyak, yang besar
ataupun yang kecil.”
Nabi Saw.
menyampaikan kalimat dari Allah tersebut kepada si Badui. Kemudian si Badui
berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, ya Rasulullah??” “Benar, Dia akan
menghisabmu jika Dia menghendaki,” ujar Nabi Saw. mengiyakan. Tiba-tiba si
Badui mengucapkan sesuatu yang tidak disangka-sangka, “Demi Kebesaran dan
Keagungan-Nya, jika Dia menghisabku, aku juga akan menghisab-Nya!”
Sekali lagi,
Nabi Saw. tersenyum mendengar pernyataan si Badui dan bersabda, “Dalam hal apa
engkau akan menghisab Tuhanmu, wahai saudaraku Badui?” Si Badui berkata, “Jika
Tuhanku menghisabku atas dosaku, aku akan menghisab-Nya dengan Maghfirah-Nya,
jika Dia menghisabku atas kemaksiatanku, aku akan menghisab-Nya dengan
Pemaaf-Nya dan jika Dia menghisabku atas kekikiranku, aku akan menghisab-Nya
dengan Kedermawanan-Nya.”
Nabi Saw.
sangat terharu dengan jawaban si Badui itu sampai menangis meneteskan air mata
yang membasahi janggut beliau. Jawaban sederhana, tetapi mencerminkan betapa
“akrabnya” si Badui tersebut dengan Tuhannya, betapa tinggi tingkat makrifatnya
kepada Allah, padahal dia belum pernah mendapat didikan langsung dari Nabi Saw.
Sekali lagi
Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, Tuhanmu
Allah mengirim salam kepadamu dan berfirman, “Kurangilah tangismu, karena hal
itu membuat malaikat-malaikat pemikul ‘Arsy menjadi lalai dalam tasbihnya.
Katakan kepada saudaramu, si Badui, ia tidak perlu menghisab Kami dan Kami
tidak akan menghisab dirinya. Karena dia adalah (salah satu) pendampingmu kelak
di syurga.”
0 comments:
Post a Comment