Wednesday, 6 November 2019

Malaikat Yang Terlupakan Tasbihnya





Dikisahkan ada laki-laki Badui yang telah memeluk Islam. Tapi, karena ia seorang fakir dan rumahnya jauh dari Madinah, ia belum pernah bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. Si Badui itu hanya berbaiat memeluk Islam dan belajar tentang peribadahan dari para pemuka kabilahnya yang pernah mendapat pengajaran Nabi Saw. Tetapi dengan segala keterbatasannya itu, ia mampu menjadi seorang mukmin yang sebenarnya, bahkan sangat mencintai Rasulullah Saw.

Suatu hari seorang badui mengikuti rombongan kabilahnya melaksanakan ibadah umrah ke Makkah. Sambil thawaf sendirian, terpisah dari orang-orang lainnya, si badui ini selalu berdzikir berulang-ulang dengan asma Allah, “Ya Kariim, ya Kariim..”

Orang Badui tersebut tidak mampu menghafal dengan tepat doa atau dzikir yang idealnya dibaca ketika thawaf, sebagaimana diajarkan Nabi Saw. Karena itu ia hanya membaca berulang-ulang asma Allah yang satu itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang mengikutinya, berjalan di belakangnya sambil mengucap juga, “Ya Kariim, ya Kariim.”

Alangkah terkejutnya si Badui. Kemudian ia berpindah dan menjauh dari tempat itu dan orang tersebut sambil meneruskan dzikirnya. Karena ia menyangka lelaki yang mengikutinya itu hanya memperolok dirinya. Tetapi kemana pun ia berpindah dan menjauh, lelaki itu tetap mengikutinya dan mengucapkan dzikir yang sama.

Akhirnya, si Badui berpaling menghadapi lelaki itu dan berkata, “Wahai orang yang berwajah cerah dan berbadan indah, apakah anda sedang memperolok-olokku? Demi Allah, kalau tidak karena wajahmu yang cerah dan badanmu yang indah, tentu aku sudah mengadukan kamu kepada kekasihku,” ancam si Badui.

Lelaki itu berkata, “Siapakah kekasihmu itu?” Si Badui berkata, “Nabiku, Muhammad Rasulullah Saw!” jawabnya tegas. Lelaki itu tampak tersenyum mendengar penuturannya. Kemudian berkata, “Apakah engkau belum mengenal dan bertemu dengan Nabimu itu, wahai saudaraku Badui?” “Belum..!” kata si Badui, lebih tegas.

Lelaki itu berkata lagi, “Bagaimana mungkin engkau mencintainya jika engkau belum mengenalnya? Bagaimana pula dengan keimananmu kepadanya?” Si Badui berkata, “Aku beriman atas kenabiannya walau aku belum pernah melihatnya. Aku membenarkan kerasulannya walau aku belum pernah bertemu dengannya.” Lagi-lagi lelaki itu tersenyum dan berkata, “Wahai saudaraku orang Badui, aku inilah Nabimu di dunia dan pemberi syafaat kepadamu di akhirat.”

Tidak disangka oleh si Badui, lelaki yang mengikutinya itu tidak lain adalah Rasulullah Saw. yang juga sedang beribadah umrah. Sengaja beliau mengikuti perilaku si Badui karena beliau melihatnya begitu polos dan ‘unik’, menyendiri dari orang-orang lainnya, tetapi tampak jelas begitu khusyuk menghadap Allah dalam thawafnya itu.

Si Badui tersebut memandang Nabi Saw. seakan tak percaya, matanya berkaca-kaca. Ia mendekat kepada beliau sambil merendah dan akan mencium tangan beliau. Tetapi Nabi Saw. memegang pundaknya dan berkata, “Wahai saudaraku, jangan perlakukan aku sebagaimana orang-orang asing memperlakukan raja-rajanya. Karena sesungguhnya Allah mengutusku bukan sebagai orang yang sombong dan sewenang-wenang. Dia mengutusku dengan kebenaran, sebagai pemberi kabar gembira (yakni akan kenikmatan di surga) dan pemberi peringatan (akan pedihnya siksa api neraka).”

Si Badui masih berdiri termangu, tetapi jelas tampak kegembiraan di matanya karena bertemu dengan Nabi Saw. Tiba-tiba Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw. menyampaikan salam dan penghormatan dari Allah Swt. kepada beliau. Allah memerintahkan beliau menyampaikan beberapa kalimat kepada orang Badui tersebut, yakni, “Hai Badui, sesungguhnya Kelembutan dan Kemuliaan Allah (yakni makna asma Allah ‘Al-Karim’) bisa memperdayakan. Allah akan menghisab (memperhitungkannya) dalam segala hal. Sedikit ataupun yang banyak, yang besar ataupun yang kecil.”

Nabi Saw. menyampaikan kalimat dari Allah tersebut kepada si Badui. Kemudian si Badui berkata, “Apakah Allah akan menghisabku, ya Rasulullah??” “Benar, Dia akan menghisabmu jika Dia menghendaki,” ujar Nabi Saw. mengiyakan. Tiba-tiba si Badui mengucapkan sesuatu yang tidak disangka-sangka, “Demi Kebesaran dan Keagungan-Nya, jika Dia menghisabku, aku juga akan menghisab-Nya!”

Sekali lagi, Nabi Saw. tersenyum mendengar pernyataan si Badui dan bersabda, “Dalam hal apa engkau akan menghisab Tuhanmu, wahai saudaraku Badui?” Si Badui berkata, “Jika Tuhanku menghisabku atas dosaku, aku akan menghisab-Nya dengan Maghfirah-Nya, jika Dia menghisabku atas kemaksiatanku, aku akan menghisab-Nya dengan Pemaaf-Nya dan jika Dia menghisabku atas kekikiranku, aku akan menghisab-Nya dengan Kedermawanan-Nya.”

Nabi Saw. sangat terharu dengan jawaban si Badui itu sampai menangis meneteskan air mata yang membasahi janggut beliau. Jawaban sederhana, tetapi mencerminkan betapa “akrabnya” si Badui tersebut dengan Tuhannya, betapa tinggi tingkat makrifatnya kepada Allah, padahal dia belum pernah mendapat didikan langsung dari Nabi Saw.

Sekali lagi Malaikat Jibril turun kepada Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, Tuhanmu Allah mengirim salam kepadamu dan berfirman, “Kurangilah tangismu, karena hal itu membuat malaikat-malaikat pemikul ‘Arsy menjadi lalai dalam tasbihnya. Katakan kepada saudaramu, si Badui, ia tidak perlu menghisab Kami dan Kami tidak akan menghisab dirinya. Karena dia adalah (salah satu) pendampingmu kelak di syurga.”


0 comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...