Sunday 4 March 2012

Dariku Untukmu Ukhti Mukminah


Saudari-saudariku tercinta,

Sesungguhnya, umur itu sangatlah pendek dan kehidupan ini hanyalah hembusan-hembusan nafas yang akan dihitung dan dihisab. Maka, apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi hari berpisahnya orang-orang yang saling berkasih sayang dan saling bersahabat?

Hari berpisahnya kita dari dunia yang fana ini, menuju yaumil hisab - hari perhitungan - dan alam kekal. Hari yang menjadikan harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali bagi mereka yang menghadap Allah dengan qalbun salim (hati yang sehat).

Apakah tiap dari kita sudah mempersiapkan diri untuk masuk ke liang lahat, yang pernah disabdakan Rasulullah saw pada hari pengebumian sahabat mulia yang bernama Sa’ad bin Mu’adz ra:

“Seandainya ada orang yang selamat dari himpitan kubur, tentulah Sa’ad bin Mu’adz orangnya.” (Shahih Al-Jam’iush-Shagir, hadist no. 5306)

Saya berharap kepada Allah Ta’ala agar kita termasuk orang-orang yang dibenarkan dalam sabda Rasulullah saw :

“Dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita solehah.” (Shahih Muslim, hadist no. 1469)

Wahai ukhti mukminah, kesolehanmu terletak pada kebaikan dienmu, benarnya aqidahmu dan baiknya tarbiyah yang engkau berikan kepada anak-anakmu. Mereka adalah amanat di lehermu dan calon pemuda di masa depan, pembela dienul Islam dan sebagai kayu bakar yang akan terus menyala, menjadi api penerang bagi keabadian dakwah ini di masa mendatang.

Wahai saudari-saudari tercinta, wahai cucu-cucu Khansa’,
Wahai saudari-saudari Sumayyah dan Khaulah binti Al-Azur.

Wahai kaum muslimah yang redha kepada Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai diennya, Muhammad sebagai rasulnya serta Al-Qur’an sebagai pedoman hidupnya,

Wahai kaum muslimah yang menginginkan bendera “Laa Ilaaha Illallaah” berkibar setinggi-tingginya, dan menginginkan hidup diatas bumi yang penuh keadilan dan ketenteraman,

Wahai kaum muslimah yang ingin hidup bahagia lagi mulia dengan meniti jejak Rasul dan menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya pedoman dalam hidupnya.

Wahai isteri-isteri kaum muslimin di penjuru bumi Timur dan Barat, doronglah suami-suami kalian untuk berjihad fi sabilillaah. Kerana sesungguhnya, suami kalian tidak akan menjadi suami yang kalian idam-idamkan, kecuali ketika ia menjadi laki-laki kuat yang memanggul senjata dan membela dien, aqidah, tanah air dan harga diri mereka, serta mampu menghabcurkan musuh-musuh mereka dengan mempersembahkan syahid demi Islam.

Kemuliaan, ketinggian dan keluhuran hanya bisa diperoleh dalam naungan pedang di tangan manusia-manusia kuat yang mampu menggentarkan musuh-musuh mereka. Namun, itu semua tidak akan terwujud kecuali jika tiap orang dari kita mau mendorong suami, anak, saudara dan bapaknya ke medan perang, pertempuran dan kancah kemuliaan.

Itu semua juga tidak akan terwujud kecuali dengan kesabaran wanita atas kepergian suaminya, saudara dan bapanya, serta dengan mengganti peranan mereka dalam mengurus diri sendiri, anak-anak dan rumah tangganya untuk menjadi baik.

Para wanita yang berperanan di belakang mereka bak batu karang yang kukuh yang menopang dan menjadi tempat mereka bersandar. Menjadi penolong mereka dengan kesabaran dan pengorbanan, di samping menyiapkan segala perlengkapan yang pantas untuk diberikan bagi kaum laki-laki demi terwujudnya cita-cita ini.

Kemudian, jauhilah dunia dan pandanglah ia dengan penuh hina. Jangan pula kalian membebani suami dengan hal-hal yang ia tidak sanggup menghadirkannya. Jadikan dirimu rela dengan yang sedikit dari pemberian Allah yang dimudahkan untuknya.

Janganlah menyibukkan suami dengan tuntutan duniawi untuk kepentingan dirinya, yang seandainya diikuti dan menuruti syahwatnya, nescaya hanya akan membawa dirinya kepada kehancuran. Dia pun akan terus berupaya dan bersungguh-sungguh menghabiskan waktunya, untuk meraup dunia yang tidak akan habis-habisnya, sampai dunia itu melumat habis dirinya.

Wahai kalian ukhti muslimah, kalian wajib sentiasa mendorong suami pergi berjihad dengan segenap kemampuan yang kalian miliki. Janganlah bimbang dengan jalan jihad hanya kerana hambatan-hambatan yang ada, sebab umur itu ada di tangan Allah dan sesungguhnya jihad itu tidak akan mengurangi umur dan rezeki mereka sedikitpun. Sebaliknya jika meninggalkan jihad, itu bukan menjadi sebab panjangnya umur dan bertambahnya rezki, itu semua sudah menjadi takdir Allah.

Allah berfirman: “Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak (pula) mendahulukan (nya).” (Yunus:49)

Wahai ukhti muslimah, bukankah kalian senang jika menjadi mujahidah fi sabilillah? Tentu kalian menjawab “ya”. Tapi bagaimana mungkin hal itu bisa terwujud, sedang kalian sendiri tidak mendorong suami untuk berjihad serta tidak ikut menangani tugas-tugasnya dengan kesabaran atas kepergian suami, tidak juga menggantikan peranan suami kalian di dalam rumah..?

Apabila Allah mentakdirkan suami kalian hidup di bawah naungan jihad, maka kalian akan sentiasa hidup bahagia bersamanya. Apabila Allah mentakdirkan mati syahid untuknya, kelak kalian pun akan dikumpulkan bersamanya sebagai seorang syahidah – InsyaAllah - kerana orang yang mati syahid itu bisa memberi syafa’at kepada 70 orang dari kerabatnya.

Saudari muslimah, apakah ada martabat lain yang lebih besar daripada ini? Keistimewaan apa lagi yang diinginkan setelah diberikan kepadanya kebahagiaan mendampingi orang yang mati syahid lagi soleh di dalam syurga? Kita memohon kepada Allah, agar Dia mengumpulkan kita semua hidup bersama mereka di tempat yang penuh kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa.

Wahai ukhti fillah, demi Allah akan saya terangkan kepada kalian sebuah hikmah dari pengalaman hidup saya. Yakni, jika kalian bertawakal kepada Allah dalam hidup, nescaya tidak akan ada satu perkara pun yang dapat membahayakan kalian dengan izin Allah. Walau sebesar apapun musibah itu, tentu akan terasa kecil selama itu di jalan Allah. Demi Allah yang tidak ada Ilah kecuali Dia, sesungguhnya khabar syahid suami dan anak saya, saya hadapi dengan penuh kerelaan di atas qadha’ dan qadar-Nya.

Saya juga merasakan bahawa kebahagiaan telah menyelimuti diri saya, bahkan menenggelamkan saya ke dalamnya. Padahal peristiwa syahidnya mereka telah lama berlalu, tapi saya tetap merasa teguh, redha dan tenang, itu semua murni pemberian Allah dan takdir-Nya semata.

Perasaan yang muncul ini bukanlah atas kehendak saya tapi itu berupa keteguhan yang semata Allah karuniakan ke dalam diri saya.

Saya yakin betul kalau itulah batas usia mereka dan itulah akhir ajal mereka. Lalu apa gunanya putus asa dan kesedihan? Bukankah rela terhadap qadha’ Allah itu lebih baik dibanding harus berputus asa? Bukankah balasan dari sebuah kesabaran adalah syurga yang menanti?

Maka dari itu Ya Allah, janganlah Engkau haramkan atas kami pahala-pahala mereka dan jangan pula Engkau jadikan kami sesat sesudah mereka tiada. Sesungguhnya saya betul-betul bahagia dengan syahidnya mereka, dan rasa bahagia ini lebih besar daripada yang saya rasakan ketika mereka masih hidup bersama kami.

Saya pun memperhatikan dan Allah juga yang lebih mengetahui, sesungguhnya mereka yang sudah syahid meninggalkan kami itu telah mendapatkan keberuntungan dan saya pun demikian ikut mendapatkannya dikeranakan setia bersama mereka. Semoga Allah menjadikan mereka penghuni syurga-Nya yang demikian luas, serta mempertemukan kita dengan mereka kelak di tempat yang sarat kebahagiaan di sisi Rabb Yang Maha Kuasa, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Wahai ukhti muslimah, terakhir saya wasiatkan kepada kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah, membaca Al-Qur’an, menjaga lisan, bergaul dengan orang-orang soleh dan menjauhi orang yang buruk perangainya.

Janganlah hidup bermewah-mewahan kerana itu akan mematikan hati kalian, dan hati yang sudah mati tidak akan mampu mendidik dan mengarahkan orang yang hidup.

Wahai ukhti muslimah, sesungguhnya kita ini membutuhkan suri tauladan dari para sahabat Nabi yang perempuan – ridhwaanullaahu ‘alaihinna. Oleh kerana itu perhatikanlah sosok Ummu Salamah, Khansa’, Sumayyah dan Khaulah untuk menjadi tauladan bagi kalian. Kemudian amalkanlah agar kalian naik ke jenjang yang tinggi, yang telah didaki oleh saudari-saudari kalian sebelumnya semisal para sahabat Nabi. Semoga Allah memberikan taufik kepada kalian atas amalan yang dicintai dan diridhai-Nya.

Inilah yang dapat saya tuliskan, dan saya memohon ampunan kepada Allah untuk peribadi saya dan akhwat-akhwat sekalian.

Saudarimu seakidah,
Ummu Muhammad ‘Azzam.
Isteri As-Syahid Dr. Abdullah Azzam.

1 comments:

PEMBURU KEJAYAAN said...

racing rally research... terima kasih kak

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...